Read Me As a Country

January 10, 2024



Tulisan ini berasal dari malam-malam panjang yang telah saya habiskan, memikirkannya atau tidak, semua terasa merusak raga dan mental saya. Bahkan tulisan ini bukanlah kesimpulan pada sebuah pilihan. Apa yang saya pilih bahkan tidak saya yakini, mata dan pikiran saya gagal memberikan warna monokrom bagi saya, semua terlihat seperti pelangi yang warnanya diacak dan diambil. Ah, muak rasanya pada diri sendiri.

Kata hujan yang menyebut dirinya negara menulis sesuatu tanpa prolog:

Selamat malam untuk kita yang akan menentukan nasib negara.

...

Menentukan pilihan dan menutup diri seperti tidak masalah jika itu dilakukan. Apakah ini yang kita sebut bijak? dengan membuka diri kita sebagai individu pada apa-apa yang seharusnya kita tidak tolak adalah bagian dari rasa cinta kita kepada negara. Bukankah kita seharusnya memilih bukan karena cinta fanatik kita kepada seseorang calon pemimpin, dan mengamini tanpa berpikir baik buruk dari apa-apa yang orang itu lakukan dan akan dilakukan pada negara. Jadikan memilih sebagai bagian besar dari wujud cinta kita pada masa depan negara, dan kepedulian kita pada apa yang terjadi di dunia saat ini dan yang akan datang.

Iri, dengki, hasut, caci maki, anti kritik, dan merasa pilihannya paling superior selalu digaungkan oleh kita seperti hal ini biasa dan tidak apa-apa. Lantas, apakah ini cara yang Junjungan kita ajarkan untuk membangun peradaban?

Memilih pemimpin adalah cobaan untuk kita. Lantas, kenapa kita berbicara seperti kita adalah yang maha tahu, kita yang maha benar, dan kita yang maha suci? Apakah elok seperti itu? Yakinkah kita Tuhan akan membantu umat yang berprilaku seperti itu?

Harusnya apa yang baik di negara ini kita syukuri, dan yang buruk ditinggalkan. Setiap gagasan jika itu memang dibutuhkan negara kita dukung, sebisa mungkin diperbaiki dan disempurnakan oleh kita. Sebaliknya, jika ada gagasan yang hanya mempermainkan kita sebagai bangsa, tolaklah dengan sungguh-sungguh dan beradab.

Tidak ada yang tahu pasti kehendak Tuhan untuk bangsa ini. Lantas, kenapa kita harus mempertaruhkan bangsa ini dengan janji-janji yang mereka berikan? Yang begitu mirisnya, bahkan sebagian dari kita bukan kerabat dekat dari mereka, kenal pun tidak, dibayarpun tidak, tapi yakin dengan mempertarukan semuanya seperti pejudi. Mereka yang ada di panggung saat ini, tidak ada yang tahu di dalam hatinya ada niatan apa kenapa mereka ingin berkuasa. Kita tau pemerintahan saat ini tidak semua berjalan diatas keikhlasan. Lantas, dengan bangga kita berjudi membela mereka, seperti pilihan kita adalah satu-satunya putih di antara mereka yang hitam dan tidak terbantahkan. Jadilah pendukung yang berfikir objektif, benar bilanglah benar, salah bilanglah salah, tunjukan bahwa kita tumbuh sebagai bangsa yang terpelajar. Tidaklah logis apabila disuatu saat mereka akan ingkar dengan perkataanya, terus kita tetap menabung dosa hanya karena saat ini kita membelah mereka dengan begitu agresif.

Kesempatan untuk diam, berpikir, dan bersuara pada waktu yang tepat, apakah itu pilihan yang buruk?

 بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Ya Allah yang Maha Kuasa, berikan kami pemimpin-pemimpin yang dijaga hatinya untuk selalu ingat dengan Penciptanya, pemimpin-pemimpin yang berusaha melakukan yang terbaik untuk semua, dan berusaha menjauhi perbuatan-perbuatan yang Engkau benci, pemimpin-pemimpin yang mau belajar dari rakyatnya, dan pemimpin-pemimpin yang ikhlas mengabdi untuk negaranya.

Ya Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, jadikan rakyat kami rakyat yang cerdas dalam berpikir dan bijak dalam bersikap, jauhkan kami dari sifat-sifat yang meracuni iman dan fikiran kami, dan ridhoi kami menjadi hamba-Mu yang bertanggung jawab.
آمِيْن يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ

Dipahami dari perkataan seorang rakyat
"Golput bukanlah pilihan dan pemilu bukan untuk memilih yang terbaik, tapi untuk mencegah yang terburuk berkuasa"

Tetap sehat semua 😇

You Might Also Like

0 comments